Setelah selesai ujian, OSCE, dan remidi, kemarin aku ke toko buku membeli antologi puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono. Akhirnya kesampaian juga beli "Hujan Bulan Juni". Buku yang kubeli edisi hardcover tahun 2013 dengan 102 puisi yang diurutkan berdasarkan waktu penulisannya, mulai puisi "Tangan Waktu" (1959) sampai "Terbangnya Burung" (1994). Di dalam buku ada pembatas buku berbentuk daun kering yang di sebaliknya ada puisi "Narcissus". Mungkin di pembatas buku lainnya ada puisi yang berbeda, aku tidak tahu.
Berikut ini beberapa puisi dari buku "Hujan Bulan Juni" yang ditulis persis dengan penulisan di buku.
TANGAN WAKTU
selalu terulur ia lewat jendela
yang panjang dan menakutkan
selagi engkau bekerja, atau mimpi pun
tanpa berkata suatu apa
bila saja kautanya: mau apa
berarti terlalu jauh kau sudah terbawa
sebelum sungguh menjadi sadar
bahwa sudah terlanjur terlantar
belum pernah ia minta izin
memutar jarum-jarum jam tua
yang segera tergesa-gesa saja berdetak
tanpa menoleh walau kauseru
selalu terulur ia lewat jendela
yang makin keras dalam pengalaman
mengarah padamu tambah tak tahu
memegang leher bajumu
(1959)
NARCISSUS
seperti juga aku: namamu siapa, bukan?
pandangmu hening di permukaan telaga dan rindumu dalam
tetapi jangan saja kita bercinta
jangan saja aku mencapaimu dan kau padaku menjelma
atau tunggu sampai angin melepaskan selembar daun
dan jatuh di telaga: pandangmu berpendar, bukan?
cemaskah aku kalau nanti air hening kembali?
cemaskah aku kalau gugur daun demi daun lagi?
(1971)
SEPASANG SEPATU TUA
sepasang sepatu tua tergeletak di sudut sebuah gudang, berdebu
yang kiri terkenang akan aspal meleleh, yang kanan teringat jalan
berlumpur sehabis hujan -- keduanya telah jatuh cinta
kepada sepasang telapak kaki itu
yang kiri menerka mungkin besok mereka dibawa ke tempat
sampah dibakar bersama seberkas surat cinta, yang kanan
mengira mungkin besok mereka diangkut truk sampah itu
dibuang dan dibiarkan membusuk bersama makanan sisa
sepasang sepatu tua saling membisikkan sesuatu yang hanya bisa
mereka pahami berdua
(1973)
TERBANGNYA BURUNG
terbangnya burung
hanya bisa dijelaskan
dengan bahasa batu
bahkan cericitnya
yang rajin memanggil fajar
yang suka menyapa hujan
yang melukis sayap kupu-kupu
yang menaruh embun di daun
yang menggoda kelopak bunga
yang paham gelagat cuaca
hanya bisa disadur
ke dalam bahasa batu
yang tak berkosa kata
dan tak bernahu
lebih luas dari fajar
lebih dalam dari langit
lebih pasti dari makna
sudah usai sebelum dimulai
dan sepenuhnya abadi
tanpa diucapkan sama sekali
(1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar